Header Ads Widget

SMK Muhammadiyah Somagede

EMPAT AKHLAK KEPEMIMPINAN

 


Empat Akhlak “Kepemimpinan”         

Setiap hari kita ditunjukkan fakta banyaknya tokoh (temasuk tokoh Muslim –bahkan dikenal pejabat Negara) yang dijebloskan ke penjara atas tuduhan korupsi.

Bagaimana harusnya etika kepemimpinan seorang Muslim? Siapa yang harus dijadikan teladan? Berikut akan dibahas etika kepemimpian dari sudut pandang akhlak seorang Muslim.

 Etika kepemimpinan

Para pengamat telah percaya sifat-sifat pribadi seperti integritas akan menjadi penting untuk persepsi efektivitas kepemimpinan.

Penelitian telah mengaitkan efektivitas pemimpin dirasakan dengan persepsi kejujuran pemimpin, integritas, dan kepercayaan.

Hasil penelitian Brian Caroll dalam Kouznes and Posner, “Leadership Chalenge” tahun 1995 di Amerika, menunjukkan salah satu ciri khas pemimpin yang sangat dikagumi adalah pemimpin yang jujur (memiliki integritas). Integritas bahkan menempati urutan teratas dibandingkan visi,  kecakapan, adil dan cerdas.

1. Jujur dan dapat dipercaya

Dalam syariat Islam yang penuh keindahan ini, kejujuran adalah akhlak mulia yang sangat dijunjung tinggi, sedangkan kedustaan adalah dosa besar yang sangat dicela. Wajib bagi seorang Muslim,  untuk berhias dengan kejujuran dan meninggalkan kedustaan.

Al-Allamah Ibnul Qayyim rahimahullah pernah mengatakan akan bahaya dusta dalam kitab beliau, al-Fawaid.

“Berhati-hatilah dari dusta! Sebab, perbuatan dusta akan merusak pemahaman Anda terhadap suatu perkara sehingga Anda tidak bisa memahaminya sebagaimana hakikatnya. Selanjutnya, dusta akan membuat Anda tidak bisa menggambarkan perkara tersebut dan menjelaskannya kepada manusia sesuai dengan keadaan sebenarnya.”

Allah ‘azza wa jalla berfirman;

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ وَكُونُواْ مَعَ الصَّادِقِينَ

“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaknya kalian bersama dengan orang-orang yang jujur.” (at-Taubah: 119)

2. Adil dalam mengambil keputusan

Islam adalah agama yang mengajak kepada keadilan, oleh karena itu Islam memerintahkan untuk memberikan hak kepada masing-masing yang memiliki hak. Inilah yang disebut keadilan. Adil bukanlah persamaan hak dalam segala hal. Namun adil adalah menempatkan setiap manusia pada tempat yang selayaknya dan semestinya, serta menempatkan segala sesuatu pada posisinya yang telah diatur dalam syariat-Nya.

Allah ta’ala berfirman:

إِنَّ اللّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤدُّواْ الأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ النَّاسِ أَن تَحْكُمُواْ بِالْعَدْ

“Dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.” (QS: An-Nisa`: 58)

Islam memerintahkan berbuat adil, membenci perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan.  Hatta, adil pada kaum yang kita benci. (Al-Ma`idah: 8)

3. Peduli terhadap Orang Lain  

Kepedulian kita terhadap sesama karena Allah ta’ala semata, bukan karena organisasi, partai, aliran, marga, atau kepentingan dunia yang lain. Bentuk kepedulian kita terhadap sesama adalah atas dasar persaudaraan. Allah ta’ala memberitakan tentang persaudaraan yang hakiki karena keimanan:

وَكُونُوا عِبَادَ اللهِ إِخْوَانًا الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ

“Hendaklah kalian menjadi hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim yang lain.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah z)

Rasulullah sallah alaihi wasallam menggambarkan kuatnya ikatan persaudaraan karena Allah ta’ala;

مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى

“Permisalan orang-orang yang beriman dalam hal saling mencintai, menyayangi, dan mengasihi, seperti satu tubuh. Apabila salah satu anggota tubuh merintih atau mengeluh, semua anggota tubuh yang lain akan ikut merasakannya dengan tidak bisa tidur dan demam.” (Muttafaqun alaih dari an-Nu’man bin Basyir radiallahuanhuma)

4. Berperilaku etis dalam kehidupan  

Islam mengajarkan adab dan akhlak yang mulia. Adalah  Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang wajib kita teladani dan kita tiru amalannya.

Dari Anas radhiallahu ‘anhu berkata;

“Aku melayani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selama sepuluh tahun. Demi Allah, beliau tidak pernah sekali pun berkata kepadaku “Ah”. Tidak pula beliau berkata, “Mengapa engkau berbuat begini? Tidakkah engkau melakukan demikian?”

Beginilah seharusnya kepempimpinan yan dibutuhkan. Jika perangainya mulia, ketika ia telah kehilangan jabatan, ia tak akan kehilangan legitimasi. Sebab suri tauladan dan akhlaknya akan dikenang orang. Tanpa nilai-nilai di atas, siapapun pemimpin ia tak akan dikenang kebaikannya di saat dia jatuh atau turun dari jabatannya.    Sumber ; Syukri Adnan Sangadji, artikel diambil dari majalah Masajid

Posting Komentar

0 Komentar